ARSITEKTUR TRADISIONAL BALI


Arsitektur Tradisional Bali merupakan suatu karya arsitektur yang lahir dari suatu tradisi, kepercayaan dan aktifitas spiritual masyarakat Bali yang diwujudkan dalam berbagai bentuk fisik. Seperti rumah adat, tempat suci (tempat pemujaan yang disebut pura), balai pertemuan, dan lain-lain. Lahirnya berbagai perwujudan fisik juga disebabkan oleh beberapa faktor yaitu keadaan geografi, budaya, adat-istiadat, dan sosial ekonomi masyarakat.

Ditinjau dari aspek geografi terdapatlah Arsitektur Tradisional Bali dataran tinggi (daerah pegunungan) dan Arsitektur Tradisional Bali dataran rendah. Untuk daerah dataran tinggi pada umunya bangunannya kecil-kecil dan tertutup untuk menyesuaikan keadaan lingkungannya yang cenderung dingin. Tinggi dinding relatif pendek untuk menghindari sirkulasi udara yang terlalu sering. Satu bangunan bisa digunakan untuk berbagai aktifitas mulai aktifitas sehari-hari seperti tidur, memasak dan untuk hari-hari tertentu juga digunakan untuk upacara. Luas dan bentuk pekarangan relatif sempit dan tidak beraturan disesuaikan dengan topografi tempat tinggalnya.

Untuk daerah dataran rendah, pekarangannya relatif luas dan datar sehingga bisa menampung beberapa massa dengan pola komunikatif, umumnya berdinding terbuka, yang masing-masing mempunyai fungsi tersendiri. Seperti bale daja untuk ruang tidur dan menerima tamu penting, bale dauh untuk ruang tidur dan menerima tamu dari kalangan biasa, bale dangin untuk upacara, dapur untuk memasak, jineng untuk lumbung padi, dan tempat suci untuk pemujaan. Untuk keluarga raja dan brahmana pekarangnnya dibagi menjadi tiga bagian yaitu jaba sisi (pekarangan depan), jaba tengah (pekarangan tengah) dan jero (pekarangan untuk tempat tinggal). Bahan bangungan juga mencerminkan status sosial pemiliknya. Masyarakat biasa menggunakan popolan (speci yang terbuat dari lumpur tanah liat) untuk dinding bangunan, sedangkan golongan raja dan brahmana menggunakan tumpukan bata-bata.

Untuk tempat suci/tempat pemujaan baik milik satu keluarga maupun milik suatu kumpulan kekerabatan menggunakan bahan sesuai kemampuan ekonomi masing-masing keluarga. Seperti untuk bahan atap menggunakan ijuk bagi yang ekonominya mampu sedangkan bagi yang ekonominya kurang mampu bisa menggunakan alang-alang atau genteng.


Dalam proses pembangunan, diawali dengan pengukuran tapak yang disebut dengan nyikut karang. Dilanjutkan dengan caru pengeruak karang yaitu ritual persembahan kurban dan mohon izin untuk membangun. Setelah izin didapat barulah dilakukan peletakan batu pertama yang disebut nasarin. Ini bertujuan untuk mohon kekuatan pada ibu pertiwi agar kelak bangunan menjadi kuat dan kokoh. Untuk pekerjanya termasuk ahli bangunanya dilakukan upacara prayascita untuk memohon bimbingan dan keselamatan dalam bekerja. Jika semua ritual sudah dilaksanakan barulah pembangunan dimulai. Setelah bangunan berdiri dan sebelum digunakan dilakukan upacara syukuran yang disebut melaspas dan pengurip. Ini bertujuan membersihkan bangunan dari energi-energi negatif dan menghidupkan aura bangunan tersebut.

Masyarakat Bali selalu mengawali dan mengakhiri suatu pembangunan dengan upacara atau ritual. Semua ritual tersebut pada intinya bertujuan memberi kharisma pada bangunan yang akan dibangun dan untuk menjaga keselarasan hubungan manusia dengan Penciptanya, manusia dengan manusia, dan manusia dengan lingkungannya.

Dalam perkembangannya Arsitektur Tradisional Bali mengalami perkembangan dan pergeseran fungsi yang berpengaruh pada bentuk, struktur, konstruksi, bahan dan cerminan sosial pemiliknya. Seperti wantilan yang dulunya untuk balai pertemuan dan kegiatan adat mengalami perkembangan fungsi yaitu sebagai pendidikan Taman Kanak-kanak, tempat usaha, arena olah raga, dan lain-lain. Kemajuan pariwisata juga berdampak pada peningkatan taraf hidup masyarakat Bali sehingga sekarang sulit dibedakan mana puri dan rumah masyarakat biasa. Karena masyarakat biasa yang ekonominya sudah mapan tidak ada larangan membangun tempat tinggal layaknya sebuah puri. Begitu juga puri yang dulunya merupakan tempat tinggal raja dan keluarganya yang mana penjagaannya sangat ketat dan penuh aturan sekarang ada yang difungsikan sebagai tempat kunjungan wisatawan, justru keluarga puri yang keluar mencari tempat tinggal yang baru.

Pesatnya perkembangan teknologi tidak bisa dipungkiri juga berpengaruh pada Arsitektur Tradisional Bali. Walau arsitektur tradisional yang selalu didasari atas tradisi juga mengalami perkembangan dan selalu mengikuti perkembangan zaman.


Sumber:http://aryaoka.wordpress.com/arsitektur

Sumber Terkait:adamadhava.mpdconsultant.com

Category: 0 komentar

Kosala Kosali Bangunan Bali

Sejak kapan sebenarnya panduan arsitektur kosala-kosali mulai dipakai di BAli? Tidak satu sumberpun ada menyebutkan dengan gamblang masa permulaan dipergunakannya asta kosala-kosali di BAli. kalo menilik sejarah, kemungkinan besar, kosala-kosali dipergunakan setelah datangnya gelombang pendatang dari jawa secar besar-besaran ke Bali. dimulai pada permulaan abad ke 14 dan kemudian kedatangan atau eksodus secara besar-besaran sekitar abad 16- abad 17. Sebelum kosala-kosali, pandua ber arsiektur di bali kemungkinan telah ada, hanya saja berkembang secara lisan dan bukan dalam bahasa tulisan. hal ini dapat disimpulkan bahwa permukiman di Bali sebelum era majapahit telah menunjukkan pola-pola keteraturan.
Apakah teks kosala-kosali merupakan teks saduran? pertanyaan inipun sulit untuk dicari jawabannya. Kebudayaan Bali termasuk arsitektur telah mengalami perjalanan yang sangat anjang. berbagai pengaruh dan ciri dapat dilihat namun tidak satupun menampilkan bentuknya yang utuh seperti asliya. semua mengalami akulturasi dan penyesuaian. melihat bangunan di Bali, meskipun teksnya berasal dari Jawa, dapatdisaksikan berbagai pengaruh. pengaruh Jawa sendiri tidak begitu kentara, justru pola asli Bali lebih terlihat dominan meskipun sumber teksnya berasal dari Jawa.
Teks kosala-kosali tidak terlepas dari nuansa politis, hal ini terlihat dari adanya penggolongan permukiman untuk orang dengan kedudukan brahmana, ksatrya, waisya dan sudra. penggolongan ini tidak ditemukan di dalam pola permukiman sebelum era majapahit. Penggolongan ini nampaknya meniru pola-pola sosial kemasyarakatan di Jawa. Sebelum adanya penggolongan, bentuk rumah dan tempat tingal di Bali dalam satu lingkungan permukiman nyaris sama persis, teruama bahan dan sistm strukturnya. hanya ukuran yang membedakan karena ukuan dibuat sesuai dengan ukuran fisik pemiliknya.

Pura



pura kereban langit sekitar 15 km dari kota denpasar. konon pura ini sudah ada semenjak sebelum raja masula-masuli memerintah di bali. saat ini dikenal sebagai lokasi untuk melakukan meditasi.

Bale Kulkul


bale kulkul br abian kapas kaja. dengan tampilan yang langsing menggunakan bahan batu bata merah (bata perihpihan). pengaruh china tampak pada penggunaan piring sebagai ornamen pada beberapa bagian. ornamentasi khas denpasar menggunakan pola tata hias berukuran besar. beberapa bale kulkul lain menampilkan langgam gaya dan bahan yang khas tersebar di seluruh bagian kota.

Pura Maospait

Pura Goa Lawah

Pura Goa Lawah, sekitar 55 kilometer timur Denpasar ketika belum dipugar. Kini Pura Goa Lawah sudah selesai dipugar dan dalam persiapan upacara besar.


Sumber:http://mangde.blogspot.com/
Sumber Terkait:adamadhava.mpdconsultant.com
Category: 0 komentar

Rumah Tradisional Bali

Masyarakat Bali, khususnya pemeluk agama Hindu adalah masyarakat yang unik. Semakin unik perilaku itu bila teropong lebih diarahkan pada sikap manusia Bali di era kini. Seolah biasa, seorang gadis Bali menari dengan gemulai dan nanti di Banjar atau Pura, bahkan di sebuah hotel, padahal sore sebelumnya dia bekerja sebagai pekerja biasa misalnya pedagang atau melakoni pekerjaan lainnya.

Perilaku seperti itu tampak seperti sosok yang memiliki dua kepribadian namun sebenarnya penduduk Bali lebih memandang hal itu sebagai lakon dalam menjalani keseharian, sebagai usaha dalam membangun karma. Karenanya amat mungkin seorang wanita pedagang yang “tak berarti” di tengah kerumunan pasar, sesaat kemudian akan menjadi pusat perhatian sebagai penari Rejang saat persembahan dalam suatu upacara di pura.

Bila ditelusuri perilaku demikian amat mungkin terjadi karena tatanan atau struktur masyarakat Hindu Bali. Tidak hanya pola pelapisan masyarakat warisan Majapahit saja yang dianut secara penuh namun adapt istiadat setempat pun memberi warna pada penataan masyarakat Bali. Inilah yang menyebabkan sering ditemukan tatanan yang berbeda dari satu desa dengan desa yang lainnya namun memiliki keterikatan sama dalam satu model tatanan Desa Adat.

Manusia , Arsitektur dan Alam Semesta

bali-house
Manusia Bali dan alam semesta adalah suatu hal yang tidak dapat
dipisahkan, begitu pula dengan arsitekturnya. Manusia Bali tradisional tinggal
di sebuah perkampungan yang ditata dengan pola-pola tertentu mengikuti
kaidah-kaidah tertentu yang mengacu pada alam semesta, yaitu kaidah arah
angin Kaja – Kelod, Kauh – Kangin. Dan kaidah sumbu Utama Gunung Agung
yang diyakini sebagai tempat bersemayamnya para dewa dan leluhur suci
mereka.Masyarakat Bali sangat percaya bahwa dirinya hidup di dunia
membawa misi hidup untuk membuat kebaikan di muka bumi dan bila
kebaikannya diterima oleh Sang Hyang Widi maka dirinya menyatu
dengan alam semesta dan meninggalkan dunia yang fana untuk moksa
menuju nirwana, alam semesta dan bersatu dengan dewanya untuk
selamanya, itulah yang disebut dharma. Namun bila manusia Bali
membuat suatu kesalahan maka ketika mati dia akan melakukan
reinkarnasi untuk membersihkan dosanya kembali sampai kemudian
diterima oleh Tuhannya. Inilah konsep kosmologi Bali yang juga dianut
dalam arsitektur Bali yang mendasarkan arsitektur pada harmoni dan
keselarasan kehidupan.
Kosmologi Bali merupakan suatu hirarki yang membagi hubungan
manusia Bali dengan alam semesta dalam urutan seperti sebagai
berikut :
- Bhur alam semesta, tempat bersemayamnya para dewa.
- Bwah, alam manusia dan kehidupan keseharian yang penuh dengan
godaan duniawi, yang berhubungan dengan materialisme.
- Swah, alam nista yang menjadi simbolis keberadaan setan dan nafsu
yang selalu menggoda manusia untuk berbuat menyimpang dari
dharma.

Arsitektur Bali

compound

Arsitektur, meskipun dapat dikategorikan dalam senirupa, pada kenyatannya memerlukan keahlian artistik yang mensyaratkan keahlian memadukan aspek-aspek teknis, ruang dan keindahan untuk kesempurnaan hasilnya. Dipengaruhi oleh tuntutan fungsi-fungsi yang melekat didalamnya, seni arsitektur kemudian berkembang dinamis, melahirkan bentuk dan wajah yang beragam. Arsitektur harus mampu memenuhi salah satu dari 5 kebutuhan dasar manusia (sandang, pangan, papan, ruang kegiatan arsitektur, kesehatan dan pendidikan) dengan memadukan keahlian teknis dan ketajaman rasa.

Lebih khusus lagi Arsitektur Tradisional Bali tidak saja menganut pakem seni, teknis dan rasa ruang namun didalamnya terkandung pula tatanan filosofi adat dan agama Hindu. Prosesi mengolah bahan bangunan misalnya kayu yang berasal dari pohon tertentu sampai menjadi elemen bangunan merupakan tahap-tahap yang mesti dilakoni dengan nilai filosofi, adat dan agama. Pohon dengan ketinggian tertentu yang saat ditebang menimpa sungai, misalnya, tidak bisa dipergunakan sebagal bahan bangunan karena akan menimbulkan akibat buruk baik pemakainya. Aturan adat dan agama seperti ini pada hakekatnya adalah untuk memberi perlindungan terhadap alam lingkungan sehingga kelestarian akan terjaga.

Arsitektur Tradisional Bali memiliki sangat banyak aturan, tatanan adat dan filosofi agama yang mesti dipahami dan dianut oleh seorang arsitek tradisional (arsitek Bali disebut Undagi). Karena itu, seorang Undagi pada dasamya adalah manusia utama yang mampu memahami seni, komposisi, proporsi, teknis, rasa ruang, filosofi agama, aturan adat (awig- wig) dan bahkan sepatutnya memahami puja mantra karena sang Undagi juga berhak melakukan prosesi keagamaan saat memulai pekerjaan (upacara Ngeruak Karang), masa pelaksanaan hingga peresmian bangunan (upacara Pamelaspas). Dalam mewujudkan rancangannya, sang Undagi dibantu oleh tenaga pelaksana yang ahli dibidangnya seperti tukang batu, kayu, struktur dan tukang ukir yang disebut Sangging.
Jika di Bali terlihat bentuk bangunan yang beraneka ragam, hal itu disebabkan karena fungsi, pemakai dan daerah yang berbeda. Semua aturan dan tatanan mengenai arsitektur tradisional Bali terhimpun dalam naskah kuno berupa lontar, antara lain: Asia Bhumi, Asia Kosala dan berbagai lontar tentang tata cara pelaksanaan upacara pada bangunan.

Nawa Sanga

dewata
Nawa Sanga adalah konsep 9 mata angin yang menjadi pedoman
bagi kehidupan keseharian masyarakat Bali. Seperti halnya dengan
mata angin arah utara – selatan yang di sebut Kaja – Kelod, dan timur–
barat yang disebut kangin – kaluh. Hal ini sangat penting karena
orientasi orang Bali terhadap Gunung Agung dan arah terbit matahari
menjadi pedoman bagi perletakan pola perumahan pada umumnya.
Utara melambangkan dewa Wisnu, selatan dewa Brahma, timur dewa
Iswara dan barat dewa Mahadewa.

METODOLOGI ARSITEKTUR BALI
Arsitektur tradisional Bali tidak terlepas dari keberadaan asta kosala –
kosali yang memuat tentang aturan-aturan pembuatan rumah atau puri dan
aturan tempat pembuatan ibadah atau pura. Dalam asta kosala-kosali
disebutkan bahwa aturan-aturan pembuatan sebuah rumah harus
mengikuti aturan aturan anatomi tubuh sang empunya pemilik rumah
dengan dibantu sang undagi sebagai pedande atau orang suci yang
mempunyai kewenangan membantu membangun rumah atau pura.
Dalam asta kosala-kosali terdapat ukuran-ukuran atau dimensi yang
didasarkan pada ukuran atau dimensi yang didasarkan pada ukuran jarijari
si pemilik rumah yang akan menempati rumah tersebut. Seperti Musti,
yaitu ukuran atau dimensi untuk ukuran tangan mengepal dengan ibu jari
yang menghadap ke atas.
Hasta untuk ukuran sejengkal jarak tangan manusia dewata dari
pergelangan tengah tangan sampai ujung jari tengah yang terbuka.
Depa untuk ukuran yang dipakai antara dua bentang tangan yang
dilentangkan dari kiri ke kanan.

ARSITEKTUR DAN SOSIAL STATUS
Arsitektur tradisonal Bali tidak dapat dilepaskan dari kondisi status
sosial masyarakatnya. Hal ini terjadi karena masyarakat Bali sangat erat
hubungan kekerabatannya terutama pada masyarakat Bali tradisional.
Masyarakat Bali sangat menghormati model hirarki kasta yang merupakan
sikap hidup mereka sesuai dengan agama yang mereka anut. Dan hal ini
berpengaruh pada pola ruang dan arsitektur tradisional Bali.
Pembagian kasta sebagai tingkatan hirarki dalam status sosila
masyarakat Bali dimulai dari yang paling bawah yaitu sudra, sebagai
masyarakat umum biasa yang kehidupan sehari-harinya bekerja sebagai
petani, abdi, pembantu dan pekerjaan-pekerjaan lainnya dalam
Arsitekur Tradisonal Bali
kemasyarakatan. Masyarakat sudra umumnya hidup sedehana karena
mereka tidak mempunyai pengetahuan yang cukup dalam ilmu
pengetahuan, ilmu dagang dan ilmu pemerintahan.
Kemudian Weisya yaitu orang-orang yang berprofesi sebagai
pedagang atau pengusaha. Masyarakat kelas ini cukup mapan karena
usahanya dan pengetahuannya tentang perdagangan dan ilmu hitung,
sehingga kehidupannya tercukupi.
Satria adalah strata yang cukup terhormat dengan profesi sebagai
prajurit kerajaan atau pegawai pemerintahan. Mereka cukup berpendidikan
karenanya mereka mempunyai cukup ilmu keprajuritan atau pemerintahan,
sehingga mereka juga termasuk kaum berpendidikan cukup, atau
setidaknya dapat mempelajari tata kenegaraan. Kehidupan kaum satria
cukup mapan karena posisinya dalam masyarakat yang cukup terhormat.
Kasta yang paling tinggi adalah Brahmana, sebuah penghormatan
paling tinggi masyarakat Bali bagi seorang pemimpin agama atau orang
yang dianggap mumpuni dalam agama, atau juga yang disebut Pedande.
Orang suci yang telah mencapai pencerahan SangHyang Widhi sehingga
titahnya merupakan wahyu yang dibawa dari Mahadewa.
Sistem hirarki ini bahkan tertranformasi dalam system pola ruang
pada bangunan-bangunan rumah, umum maupun pada pura. Seperti
istilah jaba untuk bagian paling luar bangunan, kebudian jabajero untuk
mendifinisikan bagian ruang antara luar dan dalam, atau ruang tengah.
Dan kebudian jero untuk mendiskripsikan ruang bagian paling dalam dari
sebuah pola ruang yang dianggap sebagai ruang paling suci atau paling
privacy bagi rumah tinggal.

TEKNIK KONSTRUKSI DAN MATERIAL
Sistem konstruksi pada arsitektur tradisional Bali mempertimbangkan
konsep yang dinamakan tri angga, yaitu sebuah konsep hirarki dari mulai
nista, madya dan utama.
Nista menggambarkan suatu hirarki paling bawah suatu tingkatan, yang
biasanya diwujudkan dengan pondasi bangunana atau bagian bawah
sebuah bangunan sebagai penyangga bangunan diatasnya. Atau bila
dalam tiang kolom. Materialnya dapat terbuat dari batu bata atau batu
gunung. Batu bata tersebut tersusun dalam suatu bentuk yang cukup rapi
sesuai dengan dimensi ruang yang akan dibuat pada permukaan batu bata
atau batu gunung dibuat semacam penghalus sebagai elemen leveling
yang rata. Atau merupakan plesteran akhir nista juga digambarkan sebagai
alam bawah atau alam setan atau nafsu.
Madya adalah bagian tengah bangunan yang diwujudkan dalam
bangunan dinding, jendela dan pintu. Madya mengambarkan strata
manusia atau alam manusia.
Utama adalah symbol dari bangunan bagian atas yang diwujudkan
dalam bentuk atap yang diyakini juga sebagai tempat paling suci dalam
rumah sehingga juga digambarkan tempat tinggal dewa atau leluhur
mereka yang sudah meninggal. Pada bagian atap ini bahan yang
digunakan pada arsitektur tradisional adalah atap ijuk dan alang-alang.
Sistem konstruksi yang lain adalah system kelipatan dari tiang
penyangga atau kolom terutama bangunan rumah tinggal atau bangunan
umum.
Bale sakepat adalah bangunan dengan tiang penyangga berjumlah
empat buah, dengan konstruksi tiang kolom yang disatukan dalam satu
puncak atap. Jadi tidak terdapat kuda-kuda.
Bale sakenam adalah bangunan dengan tiang penyangga berjumlah
enam buah dalam deretan 2 x 3 kolom.
16 Arsitekur Tradisonal Bali
Bale tiang sanga adalah sebuah bale dengan tiang penyangga
berjumlah sembilan dan biasanya dalam formasi 3 x 3.
Bale sakarolas atau bale gede adalah bale dengan tiang penyangga
berjumlah dua belas dan biasanya dengan formasi 3 x 4.
Sedangkan wantilan yang jumlah kolomnya berjajar dalam formasi 2 x
8 atau 2 x 12 sehingga bangunan memanjang mengikuti deretan
kolomnya.

POLA RUANG RUMAH TINGGAL
Rumah tinggal masyarakat Bali sangat unik karena rumah tinggal tidak
merupakam satu kesatuan dalam satu atap tetapi terbagi dalam beberapa
ruang-ruang yang berdiri sendiri dalam pola ruang yang diatur menurut
konsep arah angin dan sumbu gunung Agung.
Hal ini terjadi karena hirarki yang ada menuntut adanya perbedaan
strata dalam pengaturan ruang-ruang pada rumah tinggal tersebut. Seperti
halnya tempat tidur orang tua dan anak-anak harus terpisah, dan juga
hubungan antara dapur dan tempat pemujaan keluarga. Untuk memahami
hirarki penataan ruang tempat tinggal di Bali ini haruslah dipahami
keberadaan sembilan mata angin yang identik dengan arah utara, selatan,
timur dan barat.
Bagi mereka arah timur dengan sumbu hadap ke gunung Agung adalah
lokasi utama dalam rumah tinggal, sehingga lokasi tersebut biasa dipakai
untuk meletakkan tempat pemujaan atau di Bali di sebut pamerajan. Untuk
mengetahui pola ruang rumah tradisional Bali maka sebaiknya kita
mengenali bagian-bagian ruang pada rumah tinggal tradisional Bali.
1. Angkul-angkul yaitu entrance yang berfungsi seperti candi bentar pada
pura yaitu sebagai gapura jalan masuk. Angkul-angkul biasanya teletak
di kauh kelod.
Arsitektur Tradisional Bali 17
2. Aling-aling adalah bagian entrance yang berfungsi sebagai pengalih
jalan masuk sehingga jalan masuk tidak lurus kedalam tetapi
menyamping. Hal ini dimaksudkan agar pandangan dari luar tidak
langsung lurus ke dalam. Aling-aling terletak di kaluh kelod.
3. Latar atau halaman tengah sebagai ruang luar.
4. Pamerajan ini adalah tempat upacara yang dipakai untuk keluarga. Dan
pada perkampungan tradisional biasanya setiap keluarga mempunyai
pamerajan yang letaknya di kaja kangin pada sembilan petak pola
ruang.
5. Umah Meten yaitu ruang yang biasanya dipakai tidur kapala keluarga
sehingga posisinya harus cukup terhormat yaitu di kaja.
6. Bale tiang sanga biasanya digunakan sebagai ruang untuk menerima
tamu yang diletakkan di lokasi kauh.
7. Bale Sakepat, bale ini biasanya digunakan untuk tempat tidur anakanak
atau anggota keluarga lain yang masih junior. Bale sakepat
biasanya terletak di kelod.
8. Bale Dangin biasanya dipakai untuk duduk-duduk membuat bendabenda
seni atau merajut pakaian bagi anak dan suaminya. Bale Dangin
terletak di lokasi kangin.
9. Paon yaitu tempat memasak bagi keluarga, posisinya berada pada
kangin kelod.
10. Lumbung sebagai tempat untuk menyimpan hasil panen, berupa padi
dan hasil kebun lainnya.

KESIMPULAN.
Arsitektur Tradisional Bali merupakan produk tatanan budaya dan tradisi
masyarakat Bali yang sudah ada diyakini sejak kepindahan masyarakat
Hindu Majapahit akibat desakan budaya islam kerajaan Demak. Pengaruh
agama hindu yang menghormati semesta alam dan lingkungan membawa tradisi dan penghormatan pada arsitektur tradisional dimana material alam
merupakan “zat hidup” yang harus diperlakukan dengan baik dan penuh
penghormatan. Upacara untuk mengawali pemakaian material untuk
membangun dan budaya keseimbangan antara arsitektur dan alam
sekitarnya merupakan tradisi kearifan yang akhirnya membawa arsitektur
tradisional bali bertahan hingga ratusan tahun, dan bersinergi dengan alam
lingkungannya sehingga jarang didengar adanya bencana alam di bali
yang berhubungan dengan kesalahan tata ruang dan penataan arsitektur
seperti yang sering kita jumpai di kota – kota besar maupun di pedesaan di
daerah lainnya di Indonesia, yang terjadi karena pembangunan yang
memaksa daya dukung lahan dan alam lingkungan. Semoga kita dapat
belajar dari kearifan tata laku dan budaya masuarakat bali dalam
membangun dan menata arsitektur dna lingkungannya.

Sumber:http://ink1990.wordpress.com/

Sumber Yang Terkait:adamadhava.mpdconsultant.com

Category: 1 komentar

Asta Kosala Kosali : Konsep Tata Letak Rumah Bali


Pernahkah kalian liat penataan rumah di Bali?? Bagaimana Rumah yang ada dibali?? Kenapa Orang Bali sering membuat rumah yang bangunannya terpisah-pisah?? trus apa aja yang ada di Rumah tersebut?? baik, kita akan bahas penataan Rumah dan Bangunan Suci di Bali yang disebut dengan Asta Kosala Kosali.




Asta Kosala Kosali merupakan sebuah cara penataan lahan untuk tempat tinggal dan bangunan suci. penataan Bangunan yang dimana di dasarkan oleh anatomi tubuh yang punya. Pengukurannya pun lebih menggunakan ukuran dari Tubuh yang mpunya rumah. mereka tidak menggunakan meter tetapi menggunakan seperti

* Musti(ukuran atau dimensi untuk ukuran tangan mengepal dengan ibu jari yang menghadap ke atas),
* Hasta(ukuran sejengkal jarak tangan manusia dewata dari pergelangan tengah tangan sampai ujung jari tengah yang terbuka)
* Depa (ukuran yang dipakai antara dua bentang tangan yang dilentangkan dari kiri ke kanan)

Jadi nanti besar rumahnya akan ideal sekali dengan yang mpunya rumah. begitu.

nah selain itu Konsep ini juga berdasarkan oleh Kepercayaan masyarakat bali akan Buana Agung (makrokosmos) dan Buana Alit (Mikrokosmos). kosmologi Bali itu bisa digambarkan secara hirarki atau berurutan seperti :

1. Bhur alam semesta, tempat bersemayamnya para dewa.
2. Bwah, alam manusia dan kehidupan keseharian yang penuh dengan godaan duniawi, yang berhubungan dengan materialisme
3. Swah, alam nista yang menjadi simbolis keberadaan setan dan nafsu yang selalu menggoda manusia untuk berbuat menyimpang dari dharma.

Selain itu juga Konsep ini berpegang juga kepada mata angin, 9 mata angin(Nawa Sanga). Setiap bangunan itu memiliki tempat sendiri. seperti misalnya Dapur, karena berhubungan dengan Api maka Dapur ditempatkan di Selatan, Tempat Sembahyang karena berhubungan dengan menyembah akan di tempatkan di Timur tempat matahari Terbit. dan Karena Sumur menjadi sumber Air maka ditempatkan di Utara dimana Gunung berada DSB.

Selain itu sosial status juga menjadi pedoman. seperti misalnya kasta di masyarakat. jadi rumah di bali itu ada yang disebut Puri juga atau Jeroan. nah kalo yang ini biasanya dibangun oleh kasta Kesatria. tapi karena sekarang banyak yang sudah kaya diBali, jadi siapapun boleh bikin yang seperti ini. tetapi mungkin nanti bedanya di Tempat Persembahyangan di Dalamnya saja.

Kasta itu merupakan sistem hirarki, nah kalo di Bali Hirarkial itu juga berpengaruh terhadap tata ruang bangunan rumahnya. gimana sih pengaruhnya?? gini. dalam pembuatan rumahnya rumah akan dibagi, dari jaba, jabajero dan jero.

* jaba untuk bagian paling luar bangunan
* jabajero untuk mendifinisikan bagian ruang antara luar dan dalam, atau ruang tengah
* jero untuk mendiskripsikan ruang bagian paling dalam dari sebuah pola ruang yang dianggap sebagai ruang paling suci atau paling privacy bagi rumah tinggal

nah, di konsep ini juga disebutkan tentang teknik konstruksi dan materialnya. ada namanya Tri Angga, yang terdiri dari Nista Madya dan Utama. di bangunan Bali terdapat beberapa konstruksi yang mengacu ke b. kita bahas sekarang ya gimana sih konstruksinya. kita mulai dari Nista.

Nista menggambarkan hirarki paling bawah dari sebuah bangunan, diwujudkan dengan pondasi rumah atau bawah rumah sebagai penyangga rumah. bahannya pun biasanya terbuat dari Batu bata atau Batu gunung.
Madya adalah bagian tengah bangunan yang diwujudkan dalam bangunan dinding, jendela dan pintu. Madya mengambarkan strata manusia atau alam manusia
Utama adalah symbol dari bangunan bagian atas yang diwujudkan dalam bentuk atap yang diyakini juga sebagai tempat paling suci dalam rumah sehingga juga digambarkan tempat tinggal dewa atau leluhur mereka yang sudah meninggal. Pada bagian atap ini bahan yang digunakan pada arsitektur tradisional adalah atap ijuk dan alang-alang.

selain itu juga, ada konsepnya berdasarkan kelipatan tiang atau kolom. seperti itu

Rumah tinggal di Bali itu tidak dijadikan satu, disini dibagi menjadi beberapa ruangan yang dimana bangunannya dipisah. mungkin kalo pemikiran gw, kalo terjadi bencana seperti kebakaran yang terbakar hanya satu bagian doang, yang lain tidak. trus kalo terjadi gempa, gampang untuk keluar rumah. selain itu halaman juga banyak. coba yuk kita lihat apa saja bagian-bagian rumahnya.

1. Angkul-angkul yaitu entrance yang berfungsi seperti candi bentar pada pura yaitu sebagai gapura jalan masuk.
2. Aling-aling adalah bagian entrance yang berfungsi sebagai pengalih jalan masuk sehingga jalan masuk tidak lurus kedalam tetapi menyamping. Hal ini dimaksudkan agar pandangan dari luar tidak langsung lurus ke dalam.
3. Latar atau halaman tengah sebagai ruang luar
4. Pamerajan ini adalah tempat upacara yang dipakai untuk keluarga. Dan pada perkampungan tradisional biasanya setiap keluarga mempunyai pamerajan yang letaknya di Timur Laut pada sembilan petak pola ruang
5. Umah Meten yaitu ruang yang biasanya dipakai tidur kapala keluarga sehingga posisinya harus cukup terhormat
6. Bale tiang sanga biasanya digunakan sebagai ruang untuk menerima tamu
7. Bale Sakepat, bale ini biasanya digunakan untuk tempat tidur anakanak atau anggota keluarga lain yang masih junior.
8. Bale Dangin biasanya dipakai untuk duduk-duduk membuat bendabenda seni atau merajut pakaian bagi anak dan suaminya.
9. Paon(Dapur) yaitu tempat memasak bagi keluarga.
10. Lumbung sebagai tempat untuk menyimpan hasil panen, berupa padi dan hasil kebun lainnya

Sumber:http://www.mantrahindu.co.cc/2009/10/asta-kosala-kosali-sebuah-konsep-tata.html
Sumber Yang Berkaitan:adamadhava.mpdconsultant.com
Category: 0 komentar

Tips Menawar Harga Rumah

Tips Menawar Harga Rumah

renovasi-rumahAda seni dan trik tersendiri yang diperlukan orang saat jual beli barang. Yakni, bagaimana tawar-menawar harga. Bagi pembeli, kemampuan tawar-menawar penting agar harga yang yang harus ditawar tidak terlalu tinggi atau di atas harga yang berlaku umum. Sedangkan bagi penjual, tawar-menawar harga juga penting agar tetap mendapatkan keuntungan.

Trik tawar-menawar begitu berlaku untuk semua jenis barang, termasuk rumah, apartemen, atau unit properti yang lain. Cara ini biasanya dilakukan dalam jual-beli bangunan second, yang sudah pernah dihuni sebelumnya. Sedangkan untuk rumah atau apartemen baru pengembang atau pemilik biasanya sudah mematok harga tersendiri. Dalam hal ini pembeli biasanya juga tidak bisa melakukan penawaran.

Sebelum memutuskan untuk membeli unit rumah atau apartemen, pastikan dulu Anda cocok dengan harga yang ditawarkan pemilik atau pengembangnya. Di sinilah pentingnya proses tawar-menawar harga.

Sebelum menawar harga rumah atau apartemen tersebut, pastikan Anda mendapatkan sejumlah informasi berikut ini.

1. Perhatikan kondisi rumah atau apartemen yang akan Anda beli. Cermati apakah jika Anda memutuskan untuk membelinya, properti tersebut memerlukan renovasi atau perbaikan atau tidak.

2. Cari tahu berapa lama rumah atau apartemen tersebut sudah ditawarkan. Maksudnya, apakah waktu penawarannya sudah lama atau baru saja. Ini penting agar Anda memiliki gambaran tentang respons calon pembeli lainnya terhadap unit tersebut.

3. Carilah informasi tentang harga rumah atau apartemen yang ditawarkan tadi. Apakah sama dengan unit yang lain dengan kondisi yang sama dan di wilayah yang sama. Informasi ini berguna sebagai latar belakang Anda untuk melakukan penawaran harga.

Jika penjual sudah menawarkan sejak lama, biasanya yang bersangkutan menginginkan agar rumah atau apartemen miliknya bisa segera laku terjual. Pada posisi tersebut, selaku pembeli, Anda bisa lebih menekan harga.

4. Informasi tentang alasan pemilik menjual rumah atau apartemen miliknya juga perlu Anda dapatkan. Ini bisa berasal dari tetangga dekatnya. Misalnya, apakah pemilik menjual unit rumahnya itu karena alasan yang sangat mendesak, atau sekadar untuk mendapat keuntungan karena dia telah berinvestasi dalam bentuk unit properti.

Setelah mendapatkan informasi-informasi tersebut Anda akan mendapat gambaran tentang harga standar untuk rumah atau unit apartemen yang akan Anda beli di suatu wilayah. Berbekal itu, lakukan penawaran harga kepada si pemilik. Jika dia menawarkan harga yang berada di atas harga pasaran, tawarlah harga itu sehingga mendekati atau bahkan sesuai dengan harga pasaran yang berlaku di wilayah tersebut. Tawar-menawar juga membutuhkan kejelian sekaligus kemampuan bernegosiasi.

Sumber:http://www.renovasi-rumah.com/hasil.php?module=detailberita&id=83
Link Berkaitan:adamadhava.mpdconsultant.com
Category: 0 komentar

5 Tips Cara Ciptakan Rumah Sehat

5 Tips Cara Ciptakan Rumah Sehat

renovasi-rumahMenjaga lingkungan rumah selalu bersih dan sehat berdampak positif bagi kualitas hidup seluruh anggota keluarga. Sebuah perubahan kecil akan membawa dampak besar bagi kesehatan keluargaAnda.

Berikut adalah lima cara yang aman dan efektif membuat rumah sehat.

1. Udara
Menjaga udara tetap aman di lingkungan rumah sangat penting. Udara yang tidak sehat, penuh dengan debu, alergen, polutan, dan bahan kimia dapat menyebabkan asma, alergi dan masalah pernapasan lain.

Perhatikan beberapa hal untuk menjaga kebersihan udara.

1. Debu. Pastikan untuk membersihkannya dengan vacuum cleaner sedikitnya dua kali seminggu. Bila tinggal di daerah yang kering dan berdebu, lebih sering lebih baik. Debu di karpet dan kursi berpengaruh besar terhadap kesehatan.
2. Pergantian udara. Mengganti filter udara secara teratur perlu dilakukan untuk memastikan pertukaran udara di dalam rumah bersih. Ganti filter dalam pendingin udara dua sampai empat kali setahun, agar filter udara berfungsi sempurna.
3. Sepatu. Setelah berjalan seharian di luar, tanpa sadar Anda membawa kotoran, polusi, dan debu ke rumah lewat sepatu. Untuk meminimalkannya, buat sebuah ruang kecil di depan pintu masuk rumah untuk menghapus debu dan kotoran yang menempel.
4. Asap. Diperkirakan 40 persen anak-anak terpapar asap rokok di rumah, yang berdampak buruk bagi kesehatannya. Jangan biarkan orang merokok di rumah. Jika ada anggota keluarga perokok, pastikan mereka merokok di luar rumah dan baru masuk kembali setelah beberapa menit di luar.

2. Pengendalian Hama
Menggunakan pestisida untuk membasmi kuman dan bakteri secara terus menerus berisiko pada kesehatan. Sebagai alternatif, kontrol perkembangan kuman dan bakteri dengan menjaga kondisirumah tetap bersih, mencuci piring secara menyeluruh, menyimpan makanan di tempat tertutup rapat, dan menutup celah yang memungkinkan serangga dan hama lain untuk memasuki rumah.

3. Air
Air keran kerap lebih aman daripada meminum air kemasan. Namun, hati-hati juga atas kandungan bahan kimia berbahaya dan zat beracun di dalamnya. Pakailah filter air dan gantilah secara teratur.

4. Memasak
Teflon dan alat masak antilengket mungkin lebih praktis dan sangat membantu tugas memasak. Tetapi, belum tentu baik bagi kesehatan. Teflon berasal dari bahan kimia polytetrafluoro (PFTE)yang melepas gas beracun apabila dipanaskan.

Gas-gas ini dapat menyebabkan kanker dan masalah kesehatan lainnya. Jika memasak menggunakan teflon, sebaiknya gunakan pada temperatur rendah. Atau, pilih alat masak dari baja atau besi cor.

5. Bahan pembersih
Pembersih rumah yang beredar di pasaran banyak mengandung bahan kimia berbahaya. Sebaiknya gunakan pembersih yang relatif aman terhadap kesehatan, yang tidak mengandung minyak bumi, bebas fosfat, dan dapat didaur ulang.

Membuat sendiri pembersih rumah bisa jadi pilihan.

1. Baking Soda: membersihkan karat
2. Hidrogen Peroksida: menghilangkan noda
3. Cuka: menghapus timbunan lemak dan menggantikan pemutih
4. Jus lemon atau cuka: Membersihkan jendela
5. Borax: memperlambat pertumbuhan jamur dan meningkatkan daya pembersih lainnya.

Sumber:http://www.renovasi-rumah.com/hasil.php?module=detailberita&id=84
Link Berkaitan:adamadhava.mpdconsultant.com
Category: 0 komentar

Tips Membangun Rumah Murah

Tips Membangun Rumah Murah

renovasi-rumahMembangun rumah ideal dengan biaya murah tampaknya sebuah impian bagi kebanyakan orang. Tetapi di mata arsitek sekaligus penulis buku “Mimpi rumah Indah”, Yu Sing, membangun rumah berbiaya minim bukanlah sesuatu yang mustahil.

Untuk mewujudkan sebuah rumah murah, Yu Sing memberi sejumlah panduan penting yang merupakan hasil pengalamannya dalam mendesain beberapa rumah murah, baik yang sudah terbangun,yang sedang dibangun, maupun yang masih dalam proses desain.

“Tentunya pengalaman mendesain rumah murah ini tidak dapat menjadi acuan akhir, tapi sebagai pemberi dorongan semangat bagi mereka yang ingin membangun rumah dengan biaya terbatas,” ungkapnya.

Setidaknya ada tiga hal penting menurut Yu Sing yang harus dipenuhi untuk mewujudkan rumah murah yakni penggunaan tenaga arsitek, perencanaan struktur rumah dan penggunaan material yang tepat.

Untuk hal pertama, Yu Sing mengakui masih banyak masyarakat yang terjebak pada anggapan keliru soal arsitek. Masyarakat menilai jasa arsitek itu selalu mahal sehingga pembangunan dirasa murah tanpa arsitek.

“Padahal itu tidaklah benar, memang arsitek masih terkesan eksklusif, tetapi ada juga yang tidak menetapkan tarif mahal,” ujar Yu Sing.

Ia menegaskan, tidak semua arsitek menetapkan tarif yang tinggi. Tak sedikit arsitek yang siap memberikan jasanya dengan tarif yang sesuai dengan kantong.

Dengan menggunakan jasa arsitek, lanjut Yu Sing, masayarakat dapat menghemat biaya karena arsitek bisa membantu dalam membuat struktur, ruangan, dan pemilihan material yang efisien dan efektif. Menggunakan jasa arsitek juga membantu Anda dalam membuat desain rumah yang baik.

rumah yang didesain dengan baik, dapat mempengaruhi hidup seseorang menjadi lebih positif dan berkualitas. Begitu juga dalam konteks sebaliknya. Kalau ruang-ruang hidup sehari-hari sumpek, sikap hidup juga dapat terpengaruh menjadi sumpek,” ujar Yu Sing.

Hal kedua yang harus dipenuhi adalah perencanaan struktur. Agak berbeda dengan desain rumah beranggaran dana longgar, desain rumah murah justru dimulai dengan desain sistem strukturnya terlebih dahulu, bukan dimulai dari desain arsitekturnya.

“Sistem struktur yang efisien sangat menentukan anggaran konstruksi rumah, karena biasanya biaya struktur rumah sekitar 40-50 persen dari biaya keselururuhan,” ungkap Yu Sing.

Salah contohnya adalah merencanakan struktur atap. Untuk bagian ini, penggunaan atap fiber semen (tanpa kandungan asbestos) misalnya akan jauh lebih murah bila dibandingkan dengan atap genteng, karena tidak diperlukan kaso dan reng.

Selain itu, kalau lebar rumah tidak lebih dari 400 cm, maka tidak diperlukan struktur kuda-kuda. Jarak antara lantai satu dengan dua sebenarnya cukup 250 cm jika memiliki bukaan dan ventilasi cukup untuk ukuran ruangnya. Hal ini bisa menghemat biaya dinding, struktur kolom, dan tangga.

Struktur lantai dua juga dapat menggunakan struktur rangka multipleks yang dapat dilapisi cor semen tipis dengan pelapis keramik. Struktur lantai ini akan lebih ringan dibandingkan lantai beton sehingga kolom dan balok penyangganya bisa jauh lebih kecil.

Poin terakhir yang tak kalah penting dalam menekan biaya pembangunan rumah adalah penggunaan material atau bahan bangunan dengan harga relatif murah. Cukup banyak material mendasar atau murah yang dapat dieksplorasi pemakaiannya atau cara pemasangannya untuk membentuk sensasi ruang yang menarik.

Misalnya bata merah saja dapat memiliki banyak sekali kemungkinan cara penyusunannya. Dapat dipasang seperti biasa, atau diberi jarak antara bata merahnya sehingga dindingnya berlubang-lubang, atau bata dipasang dengan variasi susunan satu bata dan setengah bata, dan lain-lain.

Contoh lain material murah adalah bambu. Biasanya bambu dipandang sebagai bahan sekunder, tapi saat ini sedang menjadi material yang digemari karena kekuatan seratnya yang dapat menggantikan baja tulangan. Dengan sistem pengawetan yang baik, bambu dapat menjadi material primer rumah yang mampu bertahan puluhan rumah. Selain itu, juga bisa memanfaatkan material bekas atau daur ulang seperti kusen atau daun pintu.

Sumber:http://www.renovasi-rumah.com/hasil.php?module=detailberita&id=85
Link Berkaitan:adamadhava.mpdconsultant.com

Category: 0 komentar